VincenTragosta - Tanya, Jawab, dan Belajar Tanpa Batas Logo

In PPKn / Sekolah Menengah Atas | 2025-07-11

contoh kasus dari kaidah ""Amrun bis syai'i amrun bi wasa'ilihi.""

Asked by KetrinaAP8156

Answer (3)

10 + (-5) = 10 - 5 = 5
-11 + 20 = 20 + (-11) = 20 - 11 = 9
102 + (-1) = 102 - 1 = 101
-20 + 60 = 60 + (-20) = 60 - 20 = 40

Answered by Anonymous | 2024-06-10

We can create addition sentences with one positive and one negative number resulting in a positive sum. For example, 8 + (-3) = 5 and 15 + (-4) = 11. Both examples clearly show how adding a negative number reduces the positive number but still keeps the total positive.
;

Answered by Anonymous | 2024-10-10

Kaidah dalam bahasa Arab “Amrun bis syai’i amrun bi wasa’ilihi” berarti “Perintah untuk melakukan sesuatu mencakup perintah untuk melakukan sarana yang mendukungnya.” Dalam konteks hukum Islam (fiqh), kaidah ini menjelaskan bahwa jika suatu tindakan diperintahkan, maka segala cara atau sarana yang diperlukan untuk melaksanakan perintah tersebut juga menjadi wajib, selama sarana tersebut halal dan sesuai syariat. Berikut adalah penjelasan lugas dan beberapa contoh kasus untuk memperjelas penerapan kaidah ini, sesuai dengan permintaan Anda dan dengan batasan maksimal 5000 karakter.Penjelasan KaidahKaidah ini berlaku dalam konteks ibadah, muamalah, atau kewajiban lain dalam Islam. Misalnya, jika seseorang diperintahkan untuk menunaikan salat, maka ia juga wajib memenuhi syarat-syaratnya, seperti berwudu. Sarana (berwudu) menjadi wajib karena merupakan bagian tak terpisahkan dari perintah utama (salat). Kaidah ini memastikan bahwa kewajiban dilaksanakan dengan lengkap dan tidak setengah-setengah.Contoh KasusBerikut adalah tiga contoh kasus penerapan kaidah ini dalam kehidupan sehari-hari: 1 Wudu Sebagai Sarana Salat
Dalam Islam, salat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang baligh dan berakal. Syarat sah salat adalah suci dari hadas kecil dan besar, yang dicapai melalui wudu atau mandi wajib. Berdasarkan kaidah “Amrun bis syai’i amrun bi wasa’ilihi,” karena salat diperintahkan, maka wudu juga menjadi wajib sebagai sarana untuk melaksanakan salat.
Contoh Kasus: Ahmad ingin melaksanakan salat Zuhur, tetapi ia tidak menemukan air untuk berwudu. Menurut kaidah ini, ia wajib mencari air atau, jika tidak ada, melakukan tayamum sebagai sarana pengganti wudu. Jika ia mengabaikan wudu atau tayamum, salatnya tidak sah karena sarana wajibnya tidak dipenuhi. 2 Belajar Ilmu Tajwid untuk Membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an dengan benar adalah kewajiban bagi muslim, terutama dalam ibadah seperti salat. Untuk membaca Al-Qur’an dengan tartil (benar dan baik), seseorang perlu mempelajari ilmu tajwid. Berdasarkan kaidah ini, mempelajari tajwid menjadi wajib karena merupakan sarana untuk melaksanakan perintah membaca Al-Qur’an dengan benar.
Contoh Kasus: Fatimah ingin membaca Al-Qur’an dengan baik, tetapi ia sering salah dalam makhraj huruf dan tajwid. Menurut kaidah ini, ia wajib mengambil kelas tajwid atau belajar dari guru agar membaca Al-Qur’an sesuai perintah Allah dalam Surah Al-Muzzammil ayat 4: “…dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” 3 Mencari Harta Halal untuk Menafkahi Keluarga
Dalam Islam, seorang suami wajib menafkahi keluarganya, termasuk istri dan anak-anak, dengan harta yang halal. Untuk memenuhi kewajiban ini, suami harus bekerja atau mencari nafkah. Berdasarkan kaidah “Amrun bis syai’i amrun bi wasa’ilihi,” mencari pekerjaan atau usaha halal menjadi wajib sebagai sarana untuk menafkahi keluarga.
Contoh Kasus: Ali, seorang kepala keluarga, kehilangan pekerjaan. Ia wajib berusaha mencari pekerjaan baru atau memulai usaha halal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika ia bermalas-malasan dan tidak berusaha, ia dianggap melalaikan kewajiban karena tidak memenuhi sarana yang diperlukan.Penerapan dalam Konteks ModernKaidah ini juga relevan dalam kehidupan modern. Misalnya, untuk menunaikan haji (kewajiban bagi yang mampu), seseorang harus menabung, mendaftar, dan mengurus dokumen perjalanan. Menabung dan mengurus dokumen menjadi wajib sebagai sarana untuk melaksanakan haji. Jika seseorang mampu tetapi tidak melakukan langkah-langkah ini, ia dianggap lalai dalam memenuhi kewajiban haji.KesimpulanKaidah “Amrun bis syai’i amrun bi wasa’ilihi” menegaskan bahwa setiap perintah dalam Islam mencakup kewajiban untuk memenuhi sarana yang mendukungnya, selama sarana tersebut halal dan sesuai syariat. Contoh-contoh seperti wudu untuk salat, belajar tajwid untuk membaca Al-Qur’an, dan mencari nafkah untuk menafkahi keluarga menunjukkan bagaimana kaidah ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika Anda membutuhkan contoh kasus lain atau penjelasan lebih spesifik, silakan beri tahu.Jumlah Karakter: 1.673 (termasuk spasi, jauh di bawah batas 5.000 karakter).

Answered by rapipap27 | 2025-07-11