VincenTragosta - Tanya, Jawab, dan Belajar Tanpa Batas Logo

In PPKn / Sekolah Menengah Atas | 2025-08-13

Bagaimana diskusi yang dilakukan oleh para panitia bangsa saat merumuskan dasar negara

Asked by suryadi131124

Answer (1)

Diskusi yang dilakukan oleh para pendiri bangsa saat merumuskan dasar negara berjalan dengan sangat dinamis, penuh perdebatan intelektual, namun dilandasi semangat kompromi dan persatuan yang tinggi.Prosesnya tidak berjalan mulus, melainkan melalui beberapa tahapan penting yang diwarnai oleh perbedaan pandangan, terutama antara kelompok nasionalis sekuler dan nasionalis Islam.Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)Diskusi perumusan dasar negara secara resmi dimulai dalam sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945). Pada momen ini, beberapa tokoh kunci menyampaikan gagasan mereka.Mohammad Yamin (29 Mei 1945): Mengusulkan lima asas, baik secara lisan maupun tulisan. Gagasannya mencakup Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.Soepomo (31 Mei 1945): Mengajukan gagasan dasar negara yang berlandaskan pada paham negara integralistik (negara yang menyatu dengan seluruh rakyatnya). Ia menekankan pentingnya persatuan, kekeluargaan, musyawarah, dan keadilan sosial.Soekarno (1 Juni 1945): Menyampaikan pidato bersejarah yang mengusulkan lima dasar negara yang ia sebut "Pancasila".  Usulannya adalah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno juga menawarkan kemungkinan memeras Pancasila menjadi Trisila (Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan) atau bahkan Ekasila (Gotong Royong).Peran Panitia Sembilan dan Piagam JakartaPerdebatan paling alot terjadi seputar kedudukan agama dalam negara. Untuk menjembatani perbedaan antara golongan nasionalis yang menginginkan negara sekuler dan golongan Islam yang menginginkan negara berdasarkan syariat Islam, dibentuklah Panitia Sembilan.Setelah melalui diskusi intens, Panitia Sembilan berhasil mencapai kompromi yang tertuang dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22 Juni 1945. Dalam piagam ini, sila pertama berbunyi: "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Rumusan ini dianggap sebagai jalan tengah yang dapat diterima kedua belah pihak pada saat itu.Momen Krusial: Perubahan Sila PertamaTitik puncak dari semangat kompromi dan persatuan terjadi sesaat sebelum proklamasi dan pada saat pengesahan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.Pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Mohammad Hatta didatangi oleh perwakilan dari Indonesia Timur yang menyatakan keberatan atas rumusan "tujuh kata" dalam sila pertama Piagam Jakarta. Mereka merasa rumusan tersebut diskriminatif bagi pemeluk agama lain dan dapat mengancam persatuan negara yang baru akan lahir.Menanggapi aspirasi ini, pada pagi hari tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimulai, Hatta bersama beberapa tokoh Islam (seperti Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, dan Teuku Muhammad Hasan) mengadakan rapat singkat. Dengan didasari oleh semangat menjaga keutuhan bangsa yang baru merdeka, para tokoh Islam dengan lapang dada setuju untuk menghapus "tujuh kata" tersebut.Sila pertama kemudian diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Keputusan ini merupakan sebuah pengorbanan besar dari golongan Islam demi persatuan dan kesatuan Indonesia. Momen ini menunjukkan bahwa para pendiri bangsa menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan golongan.KesimpulanSecara ringkas, diskusi perumusan dasar negara oleh para pendiri bangsa diwarnai oleh:Perdebatan Intelektual: Setiap tokoh menyampaikan gagasan dengan landasan filosofis dan visi kebangsaan yang kuat.Perbedaan Pandangan: Terutama antara kelompok nasionalis sekuler dan Islamis mengenai peran agama dalam negara.Semangat Kompromi: Terlihat jelas dalam pembentukan Panitia Sembilan dan perumusan Piagam Jakarta.Mengutamakan Persatuan Nasional: Puncaknya adalah perubahan sila pertama, yang menunjukkan kebesaran jiwa para pendiri bangsa dalam menjaga keutuhan Indonesia yang majemuk.

Answered by tegaru89 | 2025-08-13