Pendudukan Jepang (1942-1945) secara drastis mengubah lanskap politik di Indonesia dengan menghancurkan struktur administrasi kolonial Belanda dan secara tidak langsung memfasilitasi kebangkitan nasionalisme Indonesia melalui pembentukan berbagai organisasi massa dan militer. Meskipun bersifat eksploitatif, pendudukan Jepang menciptakan sebuah momentum dan memberikan bekal politik serta militer yang krusial bagi para pemimpin nasional untuk memproklamasikan kemerdekaan.PembahasanPembongkaran Struktur KolonialLangkah pertama yang dilakukan Jepang setelah berhasil mengusir Belanda adalah pembongkaran struktur kolonial Eropa. Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda, menggantikannya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa administrasi, serta memenjarakan orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Untuk mengisi kekosongan jabatan di pemerintahan, Jepang terpaksa mengangkat orang-orang Indonesia ke posisi-posisi administratif yang sebelumnya tidak pernah bisa mereka jangkau. Hal ini memberikan pengalaman berharga bagi para elite Indonesia dalam mengelola birokrasi, sebuah keterampilan yang sangat penting saat negara merdeka nantinya.Organisasi Massa TerpusatUntuk memobilisasi dukungan rakyat bagi upaya perang mereka, Jepang membentuk berbagai organisasi massa terpusat. Berbeda dengan organisasi pergerakan sebelum perang yang sering diberangus Belanda, organisasi bentukan Jepang ini justru didorong untuk berkembang. Contohnya adalah Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang dipimpin oleh Empat Serangkai (Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur), dan kemudian Jawa Hokokai. Meskipun tujuan Jepang adalah untuk propaganda, para pemimpin Indonesia secara cerdik memanfaatkan organisasi ini sebagai panggung untuk berkomunikasi dengan rakyat secara luas dan menyebarkan cita-cita nasionalisme.Militerisasi PemudaSalah satu perubahan politik paling signifikan adalah militerisasi pemuda. Melalui organisasi semimiliter seperti Seinendan dan Keibodan, serta terutama organisasi militer PETA (Pembela Tanah Air), Jepang memberikan pelatihan militer yang sistematis kepada puluhan ribu pemuda Indonesia. Tujuan Jepang adalah menciptakan pasukan cadangan untuk melawan Sekutu. Namun, bagi bangsa Indonesia, PETA menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Para perwira PETA, seperti Soedirman dan Soeharto, kelak menjadi tokoh-tokoh sentral dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.Kebangkitan NasionalismeSecara paradoks, eksploitasi kejam yang dilakukan Jepang—seperti kerja paksa romusha dan perampasan hasil bumi—justru semakin menyulut kebangkitan nasionalisme. Penderitaan yang dirasakan bersama di bawah penjajahan Jepang menyadarkan rakyat bahwa mereka adalah satu bangsa yang senasib. Propaganda Jepang yang anti-Barat ("Asia untuk bangsa Asia") juga secara tidak sengaja ikut membangkitkan rasa percaya diri dan semangat untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan asing.Kekosongan Kekuasaan (Power Vacuum)Peran terakhir dan yang paling krusial dari pendudukan Jepang adalah terciptanya kekosongan kekuasaan setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Pada momen genting ini, Belanda belum sempat kembali, sementara kekuasaan Jepang sudah runtuh. Para pemimpin nasional yang telah dipersiapkan, baik secara politik melalui berbagai organisasi maupun secara militer melalui PETA, dengan sigap memanfaatkan momentum ini. Mereka tidak menunggu "hadiah" kemerdekaan dari Jepang, melainkan merebutnya atas kekuatan sendiri melalui Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.